pada kesempatan ini saya ingin memposting artikel tentang
Semakin Tahu, Semakin Bodoh...???
Semakin mendapatkan pengetahuan, entah kenapa yang terasa bukan semakin banyak pengetahuan yang saya dapatkan. Dari manapun pengetahuan itu dan bisa diterima oleh akal, maka akan kutelan semuanya, tanpa mempertimbangkan lagi benar dan salahnya. Masalah benar dan salah itu urusan yg tidak terlalu penting, tetapi bagaimana kebenaran itu bisa didapatkan oleh diri sendiri.
Nah, yang terjadi sebenarnya, semakin saya mendapatkan banyak pengetahuan, semakin mengkerut pengetahuan yang ada dalam diri. Seolah-olah saya yang tadinnya berjalan melalui rute yang banyak, jalan yg banyak, tetapi saya semakin menjauh dari jalan-jalan yg pernah dilalui. saya lebih menyenangi jalan yang "ITU", jalan pintas menurutku.
Jika saya mengumpulkan harta, tentu saya akan semakin bertambah harta, tetapi ketika menumpuk pengetahuan, semakin miskin sedikit pengetahuan yang saya dapatkan. Yang saya tahu hanya "ITU" saja.
Apakah suatu waktu dimana pengetahuanku sudah mencapai klimaksnya, maka saya akan menjadi bodoh???
Seolah-olah, semakin cepat saya mencari, semakin lambat saya dapatkan pengetahuan ini; dan akhirnya mungkin akan berhenti; dan apa yang terjadi dalam pemberhentuanku.
Semakin saya mendapat pengetahuan, maka semakin saya mendekati pada kebodohan...
Semakin saya banyak tahu, maka semakin saya terkunci untuk bicara...
Semakin saya banyak bergerak, maka semakin melambat dalam bergerak.
Nah, yang terjadi sebenarnya, semakin saya mendapatkan banyak pengetahuan, semakin mengkerut pengetahuan yang ada dalam diri. Seolah-olah saya yang tadinnya berjalan melalui rute yang banyak, jalan yg banyak, tetapi saya semakin menjauh dari jalan-jalan yg pernah dilalui. saya lebih menyenangi jalan yang "ITU", jalan pintas menurutku.
Jika saya mengumpulkan harta, tentu saya akan semakin bertambah harta, tetapi ketika menumpuk pengetahuan, semakin miskin sedikit pengetahuan yang saya dapatkan. Yang saya tahu hanya "ITU" saja.
Apakah suatu waktu dimana pengetahuanku sudah mencapai klimaksnya, maka saya akan menjadi bodoh???
Seolah-olah, semakin cepat saya mencari, semakin lambat saya dapatkan pengetahuan ini; dan akhirnya mungkin akan berhenti; dan apa yang terjadi dalam pemberhentuanku.
Semakin saya mendapat pengetahuan, maka semakin saya mendekati pada kebodohan...
Semakin saya banyak tahu, maka semakin saya terkunci untuk bicara...
Semakin saya banyak bergerak, maka semakin melambat dalam bergerak.
Sebuah kutipan dari seorang ulama besar di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam, Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya. Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin melakukan perjalanan).
Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan dalam mencari hadis, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi` bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`, Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga menulis hadis dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkatan ilmunya dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak, semoga Allah SWT memberkahinya. Beliau pernah mengatakan bahawa:
“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak tahu apa-apa.”
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa kriteria. Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki. Tak mau menerima nasehat orang lain karena dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasehat kepadanya, disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah. Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah semakin menyombongkan diri, congkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung kekejian.
Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya karena pribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam dadanya, ia tetap merendah hati tiada meninggi. Semakin dia rendah hati, semakin tinggi derajat kemuliaan yang dia peroleh. Sesungguhnya karena ilmu yang banyak itulah yang mampu menjadikannya faham akan hakikat dirinya. Dia tak mudah merendahkan orang lain. Senantiasa santun dan ramah, bijaksana dalam menentukan keputusan suatu perkara. Dia dengan semuanya itu membuatnya semakin dicinta manusia dan insya Allah, Allah SWT pun mencintainya.
Sedangkan yang terakhir adalah yang teristimewa. Dia yang selalu merasa dirinya tetap tidak mengetahui apa-apa meskipun ilmu yang dimilikinya telah memenuhi tiap ruang di dadanya. Karena dia telah mengetahui hakikat ilmu dengan sempurna, semakin jelas di hadapan mata dan hatinya.
Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, dia bukan hanya tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu. Dia selalu merasakan tidak tahu apa-apa, mereka bisa tak berdaya di dalamnya lantaran terlalu luasnya ilmu yang terlalu luasnya.
Fikirkanlah dan renungkan maksud kata-kata Ibnu al-Mubarak di atas. Moga kita dapat bermuhasabah dengannya. Wallohu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar